Senin, 05 Maret 2012

Sindroma down

Sindroma down merupakan kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Angka kejadian
kelainan ini mencapai 1 dalam 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000 sampai
5000 anak dengan kelainan ini. Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari 300 ribu jiwa.
Sindroma down pertama kali dideskripsikan dan dipublikasikan oleh John Langdon Down pada
1866. Penderita kelainan kromosom ini pada umumnya memiliki karakteristik fisik yang khas. Ciri
fisik ini penting digunakan dokter untuk membuat diagnosis klinis. Beberapa ciri fisik penyandang
kelainan ini di antaranya, bagian belakang kepala rata (Flattening of the back of the head), mata
sipit, alis mata miring (slanting of the eyelids), telinga lebih kecil, mulut yang mungil, otot lunak,
persendian longgar (loose ligament), dan tangan kaki yang mungil. Secara umum ciri-ciri tersebut
di atas tidak menyebabkan anak cacat.
Mekanisme terjadinya sindrom down ditandai dengan berlebihnya jumlah kromoson nomor 21
yang seharusnya dua buah menjadi tiga sehingga jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah.
Pada manusia normal jumlah kromosom sel mengandung 23 pasangan kromosom. Akibat proses
tersebut, terjadi goncangan sistem metabolisme di dalam sel sehingga muncul kelainan ini. Anak
yang menyandang sindroma down ini akan mengalami keterbatasan kemampuan mental dan
intelektual. Selain itu, penderita seringkali mengalami perkembangan tubuh yang abnormal,
pertahanan tubuh yang relatif lemah, penyakit jantung bawaan, Alzheimer, Leukemia, dan
berbagai masalah kesehatan lain.
Banyak pakar berteori tentang penyebab Sindroma ini, tapi penyebab sesungguhnya tidak
diketahui dengan pasti. Beberapa pakar meyakini adanya abnormalitas hormonal, pengaruh sinar
X, infeksi virus, masalah kekebalan tubuh, atau predisposisi genetis yang menyebabkan
pembagian sel tidak sempurna. Pendapat yang menyatakan semakin tinggi usia ibu semakin
besar kemungkinan ia memiliki anak Sindroma Down. Penelitian terakhir di Amerika Serikat
membuktikan lebih dari 85% anak Sindroma Down dilahirkan dari ibu yang usianya tidak lebih dari
35 tahun. Peneliti lain menyatakan usia ayah juga berpengaruh. Memang kelebihan kromosom
trisomi 21 bisa disebabkan baik dari ibu ataupun ayah, meski kebanyakan kromosom yang
berlebih didapat dari ibu.
Anak yang menyandang sindroma down bertubuh lebih mungil dengan pertumbuhan fisik dan
mental yang lebih lambat dibanding anak-anak seusianya. Sebagian besar anak sindroma down
berada pada taraf intelegensia retardasi mental ringan sampai moderat. Beberapa anak tidak
mengalami retardasi mental sama sekali. Mereka berada pada taraf intelegensia borderline
sampai di bawah rata-rata. Namun demikian ada juga anak yang sangat terlambat. Kemajuan
perkembangan kemampuan mental anak Sindroma Down bervariasi. Perkembangan motorik
mereka cenderung lebih lambat dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Umumnya anak
yang normal belajar berjalan pada usia 12--14 bulan. Sementara, anak Sindroma Down biasanya
baru mulai berjalan antara 15--36 bulan.
Anak sindroma down membutuhkan perawatan medis yang sama seperti anak-anak lain,
misalnya imunisasi. Namun ada beberapa situasi yang membutuhkan perhatian khusus seperti:
sebagain besar anak Sindroma Down mengalami gangguan pendengaran, 40--45% mengalami
sakit jantung bawaan, kelainan pencernaan, kelainan mata berupa katarak, juling (strabismus),
mata minus dan mata plus. Meskipun kemungkinan kecil dapat disembuhkan, dengan penelitian
bidang biologi molekuler dapat dideteks dini dan terapi medis dapat dilakukan.
Hal yang lebih menggembirakan kini tersedia program intervensi dini berupa tempat pengasuhan
anak/ kelompok bermain dan berbagai strategi pendidikan khusus terintegrasi yang
memungkinkan anak lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar. Dengan demikian
membawa pengaruh positif dalam kehidupan mereka sehari-hari. Penelitian membuktikan bahwa
intervensi dini, pengayaan lingkungan dan bantuan serta dukungan dari keluarga membawa
kemajuan yang berarti dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti program tersebut. Anak
sindroma down seperti anak yang lainnya bisa merasakan manfaat stimulasi sensoris, latihan
khusus yang melibatkan aktivitas motorik halus dan kasar, dan perkembangan kognitif.
Selanjutnya, sekolah dapat memberi anak dasar kehidupan lewat perkembangan ketrampilan
akademis dan fisik serta kemampuan sosial. Pengalaman yang didapat dari sekolah membantu
anak untuk mengembangkan rasa hormat pada diri sendiri dan kegembiraan. Sekolah sebaiknya
memberi kesempatan pada anak untuk berbagi rasa dan menjalin hubungan dengan orang lain
sehingga mampu menjadi warga negara yang produktif.
Saat remaja, sebaiknya diberikan pelatihan vokasional agar mereka mempelajari kebiasaan kerja
yang baik dan bisa membangun hubungan dengan rekan kerja. Konseling vokasional dan
pelatihan kerja yang tepat akan memberikan sumbangan yang berarti dan memberi perasaan
bermakna pada diri sendiri karena bisa menyumbang sesuatu untuk masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar