Rabu, 07 Maret 2012

EVOLUSI ARTIFISIAL


EVOLUSI ARTIFISIAL
Evolusi artificial adalah pembiakan terkontrol yang diterapkan pada tumbuhan maupun hewan. Manusia menentukan hewan mana ataupun tumbuhan mana yang akan bereproduksi dan keturunan mana yang akan bertahan hidup, sehingga manusia menentukan gen mana saja yang akan diturunkan kepada generesi selanjutnya. Proses seleksi buatan memiliki pengaruh yang besar terhadap evolusi hewan dan tumbuhan domestik.
Proses evolusi artificial ini berbeda dengan evolusi yang berjalan secara alami  di mana pada proses evolusi artificial ini hasilnya dapat di rasakan dalam jangka waktu yang sangan singkat dan hasilnya pun dapat sesuai dengan kemauan dan keinginan kita di lalukan oleh manusia dengan tujuan agar mendapat varieta yang baik dan unggul  sesuai dengan kemauan para peneliti Contohnya, manusia telah berhasil membiakkan berbagai jenis anjing yang berbeda dengan pembiakan terkontrol ini. Perbedaan pada ukuran antara anjing Chihuahua dan Great Dane merupakan akibat dari seleksi buatan. Walaupun kedua jenis anjing tersebut memiliki penampilan fisik yang berbeda, keduanya merupakan akibat evolusi dari beberapa jenis serigala yang didomestikasi oleh manusia kurang dari 15.000 tahun yang lalu. sedang kan pada evolusi yang terjadi  secara alami hasilnya membutuhkan waktu yang sangat lama karena prosesnya pun membutuhkan waktu yang sangat lama pula, dan hasilnya pun di tentukan oleh alam itu sendiri contohnya, pada ngengat yang terdapat di Negara inggris, di mana ngengat ini awalnya mempunyai 2 warna yaitu hitam dan putih. Sebelum revolusi inggris ngengat yang putih lebih sering di temukan ; tetapi setelah abab ke-19, di daerah –daerah industri, yang hitam lambat laun meningkat jumlahnya, sehingga menjadi bentuk yang lebih umum di temukan sekarang di daerah daratan inggris di bandingkan ngengat putih.
Evolusi buatan juga telah menghasilkan berbagai jenis varietas tanaman. Pada kasus tanaman jagung, bukti genetika mutakhir mensugestikan bahwa domestikasi jagung terjadi 10.000 tahun yang lalu di Meksiko tengah. Sebelum didomestikasi, tongkol jagung liar sulit dipanen dan hanya memiliki sebagian kecil bagian yang dapat dimakan. Pada zaman sekarang The Maize Genetics Cooperation • Stock Center memiliki koleksi lebih dari 10.000 variasi genetik jagung yang diakibatkan oleh mutasi acak dan variasi kromosmom yang berasal dari jenis jagung liar.
Pada Evolusi buatan, biakan ataupun varietas baru yang muncul merupakan mutasi acak yang menarik bagi manusia, manakala pada seleksi alam spesies yang bertahan hidup merupakan mutasi acak yang berguna pada lingkungan tanpa manusia. Baik pada seleksi alam maupun evolusi buatan, variasi baru yang muncul merupakan akibat dari mutasi acak, dan proses-proses genetika yang berada di baliknya secara garis besar adalah sama. Darwin dengan teliti memantau akibat evolusi buatan pada hewan dan tanaman untuk mendapatkan bukti yang mendukung argumennya mengenai seleksi alam. Hasil karya bukunya On the Origin of Species kebanyakan didasarkan pada pengamatan varietas burung merpati domestik yang berasal dari evolusi buatan. Darwin mengajukan bahwa jika manusia dapat membuat perubahan dramatis pada hewan domestik dalam waktu yang pendek, maka dengan seleksi alam selama jutaan tahun akan dapat menghasilkan perbedaan yang dapat kita lihat pada makhluk hidup sekarang ini.
Proses evolusi artifisial  ini pertama kali muncul pada saat para ahli yang menentang teori Darwin dan para ahli tersebut ingin mematah kan pendapat-pendpatt darwin, namun beberapa ahli yang sependapat dengan Darwin mulai mencari cara untuk tetap mempertahankan teori Darwin, maka dari itu untuk pertama kalinya para ahli ini membuat suatu perubahann  atau evolusi dalam jangka yang sangat pendek yaitu mutasi acak  pada suatu organisme dan proses ini melibat ilmu genetika  dan tenaga manusia dan hai ini bertujuan untuk tetap mempertahankan teori Darwin. Akan tetapi, sejalan dengan berkembangnya ilmu genetika, kebijakan ini dinilai tidak relevan, karena untuk mensterilisasi cacat genetis memerlukan waktu yang panjang, bahkan mencapai ribuan tahun. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan beberapa alasan. Pertama, banyak dari cacat genetis yang dimaksud memiliki bentuk pewarisan resesif, yang artinya dibutuhkan dua gen cacat (diploid) untuk dapat muncul sebagai fenotip yang cacat pula. Frekuensi gen yang cacat ini jumlahnya kecil dalam populasi, apalagi jumlah individu yang cacat, jumlahnya akan jauh lebih kecil, metode diagnostik yang adapun belum tentu dapat mendeteksi kelainan genetik yang ada jika individu yang membawanya tidak menampakkan kelainan secara fenotip (individu heterozygot). Kedua, jika seleksi alam buatan dikenakan hanya pada individu yang cacat, dengan proporsi yang sangat kecil dibanding dengan proporsi individu carrier (heterozigot), pengaruhnya terhadap frekuensi gen tersebut setelah satu generasi hampir bisa diabaikan. Misalkan suatu cacat genetis resesif memiliki frekuensi gen 1:100 dalam populasi, maka frekuensi orang yang sakit adalah 1:10000 dan frekuensi carrier adalah 1:50, jadi jika besar populasi ada sepuluh ribu orang, ada 1 individu cacat dan 198 orang carrier. Untuk setiap generasi jika homozigot gagal breproduksi atau terseleksi, maka dua gen cacat atau 1% dari jumlah gen cacat dibuang dan 198 carrier tetap bereproduksi. Frekuensi gen tersebut pada generasi berikut hanya berkurang 0,5%. Dengan asumsi untuk munculnya satu generasi diperlukan waktu 20-25 tahun, maka untuk mengurangi frekuensi gen itu di populasi menjadi setengahnya saja diperlukan 100 generasi dalam waktu lebih kurang 2000 tahun! Alasan ini memberikan kebijakan eugenik sebuah figur yang sangat absurd.
Ketiga, kebijakan ini tidak memperhitungkan adanya mutasi baru pada tiap-tiap generasi, yang berakibat pada keseimbangan antara mutasi-seleksi pada masing-masing generasi.  Mekanisme  ini adalah salah satu faktor penyebab frekuensi penyakit genetik tetap dari waktu ke waktu.
Beberapa contoh evolusi artifisial yang sudah di kembangkan sampai saat ini adalah sebagai berikut :
1. Inseminasi buatan (artivicial inseminatoin)
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang sangat besar. Manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa dan daya cipta yang dimiliki. Salah satu bidang iptek yang berkembang pesat dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination yang berarti memasukkan cairan semen (plasma semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang diejakulasikan melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau penampungan semen. Hadirnya seorang anak merupakan tanda dari cinta kasih pasangan suami istri, tetapi tidak semua pasangan dapat melakukan proses reproduksi secara normal. Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai kendala yang tidak memungkinkan mereka untuk memiliki keturunan.
Inseminasi buatan pertama kali dilakukan pada manusia dengan menggunakan sperma dari suami telah dilakukan secara intravagina pada tahun 1700 di Inggris. Sophia Kleegman dari Amerika Serikat adalah salah satu perintis yang menggunakan inseminasi buatan dengan sperma suami ataupun sperma donor untuk kasus infertilitas. Pada wanita kendala ini dapat berupa hipofungsi ovarium, gangguan pada saluran reproduksi dan rendahnya kadar progesterone. Sedangkan pada pria berupa abnormalitas spermatozoa kriptorkhid, azoospermia dan rendahnya kadar testosteron. Selain untuk memperoleh keturunan, faktor kesehatan juga merupakan fokus utama penerapan teknologi reproduksi. Berdasarkan penjelasan di atas maka definisi tentang inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat buatan manusia dan bukan secara alami. Namun perkembangan lebih lanjut dari inseminasi buatan tidak hanya mencangkup memasukkan semen ke dalam saluran reproduksi wanita, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan sperma, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan, dan penentuan hasil inseminasi pada manusia dan hewan. Adapun tujuan dari inseminasi buatan adalah sebagai suatu cara untuk mendapatkan keturunan bagi pasutri yang belum mendapat keturunan.
Sebagai contoh di Colorado Amerika Serikat sepasang suami melakukan program inseminasi, bukan semata-mata untuk mendapatkan keturunan tetapi karena memerlukan donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun yang menderita penyakit fanconi anemia, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencangkokan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi masalahnya Molly anak tunggal. Yang dimaksud inseminasi disini diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia agar dapat diambil darahnya sehingga diharapkan akan dapat merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah. Sumber : Flexible Learning, Universitas Kristen Satya Wacana (http://ferrykarwur.i8.com/index.html)
Seperti yang dijelaskan diatas, masalah bioetiknya adalah tentang inseminasi buatan yang merupakan pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin wanita tidak secara alami melainkan dengan menggunakan alat-alat buatan manusia.
Ada dua teknik dalam penerapan inseminasi buatan. Teknik tersebut adalah sebagai berikut
1) Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
2) Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga peritoneum).
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.
Ada 2 jenis sumber sperma yaitu:
1) Dari sperma suami
Inseminasi yang menggunakan air mani suami hanya boleh dilakukan jika jumlah spermanya rendah atau suami mengidap suatu penyakit. Tingkat keberhasilan AIH hanya berkisar 10-20 %. Sebab-sebab utama kegagalan AIH adalah jumlah sperma suami kurang banyak atau bentuk dan pergerakannya tidak normal.
2) Sperma penderma
Inseminasi ini dilakukan jika suami tidak bisa memproduksi sperma atau azoospermia atau pihak suami mengidap penyakit kongenital yang dapat diwariskan kepada keturunannya. Penderma sperma harus melakukan tes kesehatan terlebih dahulu seperti tipe darah, golongan darah, latar belakang status physikologi, tes IQ, penyakit keturunan, dan bebas dari infeksi penyakit menular. Tingkat keberhasilan Inseminasi AID adalah 60-70 %.
Persiapan Sperma
Sperma dikumpulkan dengan cara marturbasi, kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril setelah 2-4 hari tidak melakukan hubungan seksual. Setelah dicairkan dan dilakukan analisa awal sperma, teknik “Swim-up” standar atau “Gradient Percoll” digunakan untuk persiapan penggunaan larutan garam seimbang Earle atau Medi. Cult IVF medium, keduanya dilengkapi dengan serum albumin manusia. Dalam teknik Swim-up, sampel sperma disentrifugekan sebanyak 400 g selama 15 menit. Supernatannya dibuang, pellet dipisahkan dalam 2,5 ml medium, kemudian disentrifuge lagi. Sesudah memisahkan supernatannya, dengan hati-hati pellet dilapisi dengan medium dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37ยบ C. Sesudah diinkubasi, lapisan media yang berisi sperma motile dikumpulkan dengan hati-hati dan digunakan untuk inseminasi.
Pada teknik Percoll, sperma dilapiskan pada Gradient Percoll yang berisi media Medi. Cult dan disentrifugekan sebanyak 500 g selama 20 menit. 90 % dari pellet kemudian dipisahkan dalam 6 ml media dan disentrifugekan lagi sebanyak 500 g selama 10 menit. Pellet sperma kemudian dipisahkan dalam 0,5 atau 1 ml medium dan digunakan untuk inseminasi.
Analisis Kualitas Sperma
Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma dilakukan untuk mengetahui kualitas sperma, sehingga bisa diperoleh kualitas sperma yang benar-benar baik. Penetapan kualitas ekstern di dasarkan pada hasil evaluasi sampel yang sama yang dievaluasi di beberapa laboratorium, dengan tahapan-tahapan: Pengambilan sampel, Penilaian Makroskopik, Penialain Mikroskopis, Uji Biokimia, Uji Imunologi, Uji mikrobiologi, Otomatisasi, Prosedur ART, Simpan Beku Sperma.
Risiko Injeksi Sperma
Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba membuahi 1 sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah dari Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat adalah yang menang. Sementara dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih oleh dokter atau petugas labolatorium. Jadi bukan dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas labolatorium dapat memisahkan mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu, resiko kerusakan sel sperma yang secara genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.
Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat, para ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang menentukan. Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu faktor kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim bernama akrosom berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur. Dalam proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma yang masuk ke dalam inti sel telur.
Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan injeksi sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka pembuahan akan terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliko resiko melukai bagian dalam sel telur, yang berfungsi pada pembelahan sel dan pembagian kromosom.
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.
2. Kultur jaringan tanaman
Teknik kultur jaringan ini adalah teknik budidaya yang menghasilkan keturunan yang punya sifat yang sama dengan induknya. Kultur jaringan juga merupakan teknik pemeliharaan jaringan dalam medium buatan yang dipopulerkan oleh Muller hildebrant dan Riker pada tahun 1954. Teknologi ini merupakan suatu teknik untuk menghasilkan keturunan dengan sifat yang unggul. Kelebihan dari teknik ini adalah dapat menghasilkan jumlah bibit unggul yang sangat banyak dalam jangka waktu yang singkat.
3. Transgenesis Tanaman (perpindahan gen ke tanaman secara langsung)
Teknik ini adalah inovasi yang dikatakan masuk akal untuk mencapai sukses daripada hibridisasi konvensional. Beberapa perkembangan yang memiliki potensi komersial yang signifikan adalah tanaman yang menghasilkan pestisida sendiri, tanaman yang tahan terhadap herbisida dan bahkan bioproduk seperti vaksin tanaman, dikarenakan produksi protein transgenik relatif mudah dan protein yang dihasilkan pun layak dan bagus, maka perkembangan penelitian pada bidang ini sangat menjanjikan. Sebagai contoh : serat kapas yang semula mengalami kenaikan sekitar 1,5 % per tahun dengan cara menyisipkan gen tunggal dapat meningkat menjadi 60%.
Metode-metode yang digunakan untuk meghasilkan tanaman transgenic antara lain :
A.    Seleksi perkawinan konvensional dan hibridisasi
Rekayasa genetika pada tanaman bukanlah suatu hal yang baru. Sejak berkembangnya bidang pertanian para petani telah melakukan seleksi benih sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan. Untuk mendapatkan bibit unggul yang sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan dilakukan dengan perkawinan silang antara dua jenis tanaman dan mengulang kembali perkawinan silang antara keturunan hybrid dengan salah satu induknya. Pada kenyataanya, tanaman dari spesies yang berbeda pada dasarnya tidak dapat dihibridisasi, akibatnya sifat genetic tidak dapat diisolasi dari tanaman.
4. Rekayasa buah tanpa biji
Secara alami, biji sebenarnya diperlukan tanaman untuk berkembangbiak, terutama bagi tanaman yang tidak bisa diperbanyak secara vegetatif. Biji biasanya terlindung di dalam buah. Biji merupakan sumber hormon (auksin) yang diperlukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan buah. Namun, pada beberapa jenis buahbuahan, biji terkadang mengganggu dan tidak diinginkan karena merepotkan pada saat buah dikonsumsi. Di alam, buah tanpa biji sudah ada, tetapi terbatas jenisnya, seperti pisang.
Para petani berhasil menciptakan buah tanpa biji melalui persilangan ataupun aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT). Persilangan antara tanaman diploid (2n) dan tetraploid (4n) menghasilkan tanaman triploid (3n) yang biasanya tanpa biji. Cara lain adalah melalui aplikasi ZPT (auksin atau giberelin) pada kuncup bunga. Fungsi ZPT di sini adalah sebagai pengganti biji dalam memenuhi kebutuhan auksin pada proses pembentukan buah, sehingga bunga dapat berkembang menjadi buah tanpa adanya biji. Namun, cara ini kurang praktis dan tidak permanen sifatnya, karena hanya kuncup bunga yang disemprot auksin saja yang akan menghasilkan buah tanpa biji.
5.  Persilangan Drosophila melanogaster
            Contohnya persilangan antara N>< bcl dan resiproknya, hasil dari persilangan ini keturunan F1 mempunyai ciri khas sama dengan induknya (parental). Selanjutnya di lakukan persilangan untuk F2 (Menyilangkan ♀ N dari F1 dengan jantan resesif) menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya dan juga muncul keturunan baru yaitu b dan cl. Ini semua terjadi karena adanya proses pindah silang, semakin muda umur betina makin semakin besar frekuansi pindah silang dan sebaliknya . 
Selain  contoh yang sudah di sebutkan di atas saat ini oleh para ahli telah disiapkan beberapa percobaah lagi yang sangat tidak masuk akal jika pikir dengan logika yaitu dengan membuta tipe baru DNA di mana tipe baru DNA yang dulunya berjumlah 4 dengan huruf kimia (A, T, C dan G) sekarang dengan prinsip evolusi artifisial maka para ahli ingin mengunah tipe DNA dari 4 huruf kimia  (A, T, C dan G) menjdi 12 tipe DNA dengan huruf kimia



DAFTAR PUSTAKA

Flexible Learning, Universitas Kristen Satya Wacana (http://ferrykarwur.i8.com/index.html)

Gould, Stephen J. (17 Februari 2009). The Structure of Evolutionary Theory. Harvard University Press. pp. 1433. ISBN 0674006135, 9780674006133.

Wilner A. (2006). "Darwin's artificial selection as an experiment". Stud Hist Philos Biol Biomed Sci. 37 (1): 26–40.
Teori dan Fakta Evolusi 2008 All Rights Reserved
Blogger Templates ScienceDaily (Mar. 23, 2009) — Dalam sebuah penulisan ulang resep kehidupan, para ilmuan dari Florida menemukan rancangan tipe DNA baru dengan 12 sandi kimia, bukan 4.
Sari, E. P., Wirastri, E. C., Ciptami, Y., &amp; Puspitarini, S. (2004). MATERI-4: INSEMINASI BUATAN. Dipetik Juni 26, 2008, dari Flexible Learning - Universitas Kristen Satya Wacana: http://ferrykarwur.i8.com/materi_bio/materi4.html

Corebima. A. D. 1997. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.

Corebima. A. D.. 2003. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar